Minggu, 14 Oktober 2012

Catatan dari Seminar Muslimah Makassar (1)


Catatan jendela rumahku kali ini berawal dari sebuah  Seminar Muslimah yang diselenggarakan oleh Al-Qur’an Lover’s Community (QLC).
Aula Hasanuddin , LAN Antang-Makassar  pada Ahad, 14 Oktober 2012

Pagi ini tidak seperti weekend lainnya, kalau kemarin weekend berlalu dengan acara bersih-bersih rumah, mencuci dan juga berkeliling kota ataupun berkumpul bersama keluarga tapi Ahad ini ada sesuatu yang istimewa. Setalah bergelut dengan seluruh aktivitas yang didominasi ke-duniawian maka keputusan untuk memilih melajukan kendaraan ke arah Antang bukanlah keputusan yang salah, jika tidak berlebihan boleh saya berkata Luar Biasa, Masya Allah.
Berawal dari sebuah undangan yang diposting salah satu sahabat (Ukhti fillah) di Facebook, lalu dengan berbagai toleransi akan waktu yang selalu saja bergelut dengan kesibukan-kesibukan yang seakan membuat larut sehingga tidak ada lagi waktu untuk memberi makanan jiwa ini. Saya mulai merencanakan utnuk memenuhi undangannya tersebut, membereskan beberapa pekerjaan sebelumnya, memenuhi beberapa panggilan lainnya lebih awal agar semuanya tidak terabaikan, bukankah memenuhi undangan jika kita memang tidak ada halangan berarti adalah sebuah ibadah. Satu masalah lagi, mau naik kendaraan apa ke sana? Tempat saya tinggal berada di Sungguminasa kab.Gowa sementara undangan bertempat di Antang-Makassar, tapi satu yang selalu mengusik nurani saya adalah ketika itu sebuah kebaikan maka Insya Allah ada jalan yang terbaik dan memang semua butuh kesabaran serta pengorbanan. Alhamdulillah adik saya akhirnya berkenan untuk mengantarkan ke sana karena dia pun antusias untuk menghadiri undangan seminar tersebut, terlebih lagi dia hanya perlu mengantar tidak usah memikirkan tiketnya.

foto 1. Nur Husnaeni Thamrin, adik manis yang menemani seminar hari ini 


Maka di hari Ahad yang ceria ini kami bersiap-siap sejak azan subuh berkumandang, menyeterika pakaian, menyiapkan catatan dan jangan lupa perlengkapan sholat juga kamera serta buku-buku hasil karya sang Pemateri nanti. Semoga semua yang kami lakukan hari ini memberikan manfaat yang banyak dan di berkahi Allah swt, bismillah motor pun melaju membelah jalan kota sungguminasa menuju Makassar. Pagi yang sejuk dan semua begitu damai tanpa kemacetan seperti hari-hari kemarin.

Untuk saat ini saya baru memiliki dan menamatkan 2 buku karya beliau (OSD) dan hari ini saya membawanya untuk meminta tanda tangan beliau, semoga dapat sebagai kenang-kenangan, juga motivasi untuk selalu memicu diri semoga bisa membuat karya seperti beliau. (foto 2. sebelah kanan, koleksi buku OSD ku).

Akhirnya tiba juga di LAN Antang, bergegas registrasi karena kami belum booking tiket takut tidak sempat datang. Jeng....jreng...inilah tiket itu, see...


 Foto 3. tiket seminar 
yah kami akan menghadiri sebuah Undangan Seminar Muslimah dengan Pemateri Oki Setiana Dewi (OSD) pemain film Ketika Cinta Bertasbih dan penulis buku best seller serta Nafisah M. Ikhwan seorang ukhti yang masih remaja namun memiliki prestasi yang Masya Allah luar biasa, jika remaja seusianya masih sibuk hura-hura, beliau sudah melarutkan dirinya dalam kegiatan dakwah dan mengisi hari-harinya dengan meghafal al-qur’an, Subhanallah.
Awal acara dimulai dengan nasyid oleh adik-adik cilik (eh rupanya ada ponakanku di situ, anaknya Udztad Usman Laba, Masya Allah kecil-kecil cabe rawit), acara opening dengan MC yang interaktif, pembacaan ayat suci al-qur’an dan tarjim (terjemahannya), sambutan ketua panitia Sobat saya Ukhti Andi Susilawati (Uchi) yang baru saja menyelesaikan Magisternya (Congrat yah ukhti, saya akan menyusulmu) serta sambutan dari bidang Kewanitaan SUL-SEL (Ibu Titin, MM) dan yang paling amazing puisi yang dibacakan bergantian oleh panitian yang pada bait terakhirnya di tutup oleh penampilan Oki Setiana Dewi, maka seluruh ruangpun riuh ramai dengan decak kagum para peserta. Masya Allah OSD yang anggun dan terpancar aura kebersahajaannya.
OSD memulai materi “Be The Smart and Inspiring Women With Qur’an”. Ada beberapa hal yang menjadi catatan saya. Mulai dari pribadi OSD sendiri (saya memang senang memperhatikan segala hal tentang pembicara, siapa pun karena belajar bukan cuma dari perkataannya tetapi tampilan dan body language-nya).
Catatan pertama saya tentang OSD : orangnya luwes, anggun, tutur katanya seakan berirama seakan pendengar selalu ingin mendengar kalimat selanjutnya (ini yang disebut kemampuan berbicara di depan banyak orang), interaktif, selalu melibatkan peserta dalam sesi pembicaraannya sehingga tidak terkesan menggurui, tidak selalu terpaku pada slide (kata seorang profesorku, tidak seperti orang baca koran datar dan selalu tertuju pada konsep) dan yang terakhir keistiqomahannya dalam berlibab selalu saja mengagumkan. Fisikly, saya tidak berani komentar jauh karena semua ciptaan Allah telah diciptakan dalam bentuk yang sesempurna mungkin, tapi jika saya boleh bilang beliau manis dan yang utama auranya begitu positif, dugaan saya itulah wujud dari kebaikan dan keinginan yang tidak hentinya untuk berbuat baik pada diri sendiri, sesama serta ketaatan pada Allah swt. Semoga kebaikan selalu menyertainya, ingin sekali rasanya bersahabat dengan beliau. Silahkan pembaca menilai sendiri orangnya.


 foto 4. Oki Setiana Dewi interaktif berasama peserta seminar, sedikit lebih dekat dengan posisi kami duduk (14/10/2012)

Sebuah doa terucap dari bibir Ukhti Oki Setiana Dewi, doa yang juga diajarkan oleh para udztad saya sewaktu dipondok dulu, bunyinya seperti ini:
Bismillahirrahmanirrahim. Rabbi srahlii wayasirlii amri, wahlul ukhdatan millisani yafkahu kauuli” (sekiranya saya keliru tolong dibenarkan penulisannya).
Doa yang diucapkan nabi Musa AS., saat mengahadapi raja Firaun, agar dipermudah urusannya. Doa ini diajarkan oleh udztad saya dengan pesan setiap akan memulai sebuah pembicaraan utamanya menhadapi orang-orang besar/petinggi, membawakan materi didepan banyak orang dan menginginkan setiap maksudnya tersampaikan dan diterima dengan baik oleh pendengarnya maka bacalah doa ini.

Memasuki materi sebagai catatan kedua saya tentang OSD, juga ada beberapa pembahasan yang saya garis bawahi serta coba paparkan dengan proses menganalisis sesuai apa yang saya pernah pelajari. OSD berkata “ bertemanlah dengan siapapun (napi, waria, gay, lesbi dll) agar kita mampu mengenal mereka lebih jauh sehingga tidak mudah bagi kita menjudge mereka  dengan kata buruk,” dari perkataan itu saya jadi teringan pada pelajaran saya yang lampau bahwa manusia dilahirkan pada fitrahnya yaitu suci dan telah dititipkan pada nuraninya setetes sifat-sifat yang baik hanya saja beberapa dinamika kehidupan membuatnya berubah haluan. “kita tidak akan pernah tau bagaimana mereka bisa memilih untuk hidup seperti itu jika kita tidak pernah tau dan tidak mau tau akan latar belakang mereka,” sambung beliau, saya mangguk-mangguk membenarkan dalam hati kemudian teringat lagi pada sebuah diskusi dengan seorang akhi saya yang sekarang berada di kota Bogor. Akhi itu bercerita bagaimana kerasanya kehidupan ibu kota Jakarta, karena beliau sebelum mendapat pekerjaan di Bogor mendatangi Jakarta untuk merantau. Bagaimana para orang-orang jalanan melewati harinya, para pendatang dan penduduk asli yang tidak terarahkan dengan baik serta tidak mumpuni dari segi skill semua mencoba mengais rejeki dengan berbagai cara baik halal maupun haram di jalanan.

Akhi itu kemudian bercerita lagi bagaimana kehidupan waria dan para PSK (pekerja seks komersial) atau yang disebut wanita malam/kupu-kupu malam bertahan hidup ditengah desakan kebutuhan ekonomi, “mereka punya tanggungan di rumahnya, mereka harus berusaha untuk tetap bertahan hidup, sementara pendidikan mereka tidak lagi sesuai dengan tututan lowongan kerja saat ini, skill tidak ada, beberapa masalah dalam keluarga (broken home, orang tua yang kasar (KDRT), ataupun pelecehan), sementara kamu,kita dan orang-orang hebat di luar sana tidak mau tau masalah seperti itu dan hanya bisa menyalahkan mengapa mereka bekerja seperti itu, apalagi orang-orang yang masih beruntung seperti kamu yang masih punya orang tua yang masih sanggup membiayai pendidikan dan kehidupanmu,” kata akhi itu dengan lantang membuat saya sedikit tersinggung. “lantas bagaimana dengan sisi kehidupan spiritualnya, di mana keimanan dan ketaatan pada Tuhan mereka letakkan? Bukankah agama mampu membentengi tindakan seperti itu?,”tanyaku padanya dengan nada sedikit ketus. “kehidupan tidak segampang itu, kata-kata seperti itu hanya dengan mudah dikatakan oleh orang-orang yang memiliki kehidupan yang beruntung dan tidak mengenal kata tidak bisa makan untuk beberapa hari. Bagi mereka yang selalu saja terhimpin oleh beban ekonomi itu bukan hal terpenting, mencari uang untuk sesuap nasi hari ini sudah lebih dari cukup, sistem pendidikan kita yang selalu saja berorientasi pada uang, semua hanya berbicara masalah uang dan pemerintahan yang acuh akan kehidupan rakyat pinggiran membuat semuanya jadi semakin sulit. Pertama kali saya merantau ke Jakarta saya sampai tidur di jalanan 1 minggu dan tidak bisa makan 3 hari, tidak ada lowongan kerja yang sesuai dengan ijazah saya, semua mata memandang curiga sementara lambung semakin hari semakin perih karena harus terisi, begitu hujan kebasahan, panas seperti menembus kulit jadi bagaimana harus berpikir jernih? Dikepala yang ada Cuma bagaimana bertahan hidup, maka jangan salahkan mereka yang mengambil jalan pintas untuk memenuhi kebutuhannya. Sekali lagi kelaparan dan kemiskinan dekat pada ke kufuran, jangan lupa hidup itu keras dan tidak mudah sister,” terangnya panjang lebar, saya hanya diam dan mulai membenarkan yah kehidupan yang terpuruk ditambah ketiadaannya orang-orang yang mampu mengingatkan akan berujung pada “jalan yang salah” bahkan anarkis.


“jangan terlalu mudah menuduh orang lain karena tidak semua yang mereka alami kamu ketahui latar belakangnya, terlalu banyak orang pintar hanya bisanya menyalahkan, mencurigai dan merendahkan tapi tidak banyak yang mau memahami dan peduli mengapa mereka begitu dan berusaha membantunya untuk bangkit dari keterpurukan, anda orang cerdas yang tidak sepatutnya memiliki pandangan yang sempit untuk hal-hal yang demikian dan jangan mudah dzuudson sister,” nasehatnya kemudian menutup pembicaraannya. Astagfirullah wa Subhanallah, sekali lagi saya merasakan sesak seakan dada ini dipenuhi beban, lagi-lagi saya tersinggung tapi kali ini bukan dalam artian negatif sisi egois dan sosialis saya terusik, saya malu dengan perkataan sobat saya tadi.

Kembali pada materi OSD, beliau memperlihatkan beberapa foto-fotonya dengan beberapa Napi di sebuah Lapas terlihat beliau mengajar para napi dan beberapa ada yang terlihat sedang mencurahkan isi hatinya, menurut beliau para napi itu merasa seperti orang yang tidak berguna karena pandangan masyarakat yang tidak mau memberikan mereka ruang untuk memperbaiki diri. Bahkan beliau memperlihatkan 2 buah fotonya bersama para waria (banci) yang akhirnya ingin memperbaiki diri setelah dengan kesabaran dan ketekunan OSD mengajaknya untuk berbicara dan berbagi tentang kehidupan. OSD berkata “ jadilah orang yang menyenangkan bagi mereka dan orang yang membuat mereka nyaman sehingga mereka menyambut kita dengan baik dan berkenan untuk berbagi kisah hidupnya. Mulai dengan mendengarkan apa yang mereka telah alami, apa yang menjadi background mereka memilih kehidupan seperti ini tanpa berusaha memaksa dan menggurui dan tetap tunjukkan pada mereka bahwa kita tetap teguh dalam kebaikan melaksananakan ibadah,” yang saya tangkap disini adalah ketika kita mendekati mereka kita harus tetap teguh memperlihatkan bahwa apa yang saya jalani, apa yang saya laksanakan adalah sebuah kebaikan yang membuat saya tentram dan bahagia tanpa memaksa mereka untuk berbuat hal yang sama dengan apa yang kita lakukan. Semua butuh proses, tapi tetaplah berusaha dala keteguhan keimanan. “satunya kata dengan perbuatan” bukankah Allah swt membenci orang-orang yang hanya mampu menggurui dalam katanya namun tidak menjadi tauladan pada perilakunya? (proses ini yang coba kita jalani semoga tidak ada “ketersesatan” bagi saya dan pandangan yang “miring” tentang apa yang saya usahakan pada tulisan ini).


Lebih lanjut OSD berkata “ pada suatu titik mereka (para waria) akhirnya mulai menemui celah untuk titik balik kefitrahanya pada saat saya bertanya: sampai kapan mau seperti ini?,saat itupun mereka menjawab: sebenarnya kami juga lelah dengan kehidupan seperti ini kami ingin memperbaiki diri mbak, terima kasih mau berteman dengan kami dan mau mendengarkan cerita kami.” Singkat cerita akhirnya para waria pun mengucap dua kalimat syahadat dan bersedia melaksanakan ibadah sholat dengan meminta bantuan ukhti Oki Setiana Dewi. Namun perjuangan untuk menegakkan agama Allah swt tidak langsung berakhir karena ada kemungkinan mereka untuk kembali, maka ukhti OSD mengharapkan agar kita sekalian ummat muslim khususnya para muslimah berkenan untuk saling membantu dan mengingatkan, jangan hanya orang-orang diluar agama kita yang mampu memberikan sumbangan yang selalu terorganisir dengan baik, mereka saling menyejahterkan bahkan akhirnya membuat beberapa muslim berpindah “haluan” keyakinan, Astagfirullah haladzim. Luar biasa tak ada hati yang akan mengeras seperti batu jika kita selalu berusaha mendekatinya dengan keramahan, kelembutan dan keteguhan iman. Senantiasa meminta bantuan pada Allah dan berlindung dari segala kejahatan hanya padaNya. Ingat kata pepatah batu yang keras pun akan berlubang bahkan hancur jika setiap hari ditetesi oleh air, ini memberikan akan hati yang akan menjadi lunak bila selalu ditetesi dengan kebaikan yang bukan hanya berakhir pada kata tapi juga perbuatan. “Segala sesuatu berproses, tidak ada yang instan,” pesan ukhti OSD.

Hal lain yang saya garis bawahi adalah perkataan ukhti OSD  saat berbicara tentang bagaimana muslimah dengan pasangannya, beliau berkata “carilah laik-laki yang pandai/cerdas. Mengapa? Karena laki-laki yang pandai/cerdas bersifat baik dan akan selalu menyadari kewajibannya yaitu kewajiban untuk menarik/menuntun wanita/pasanganya (istrinya) menuju ridha Allah swt.” Saya mencoba memahami bahwa kehidupan senantiasa ditujukan untuk mencari Ridho Allah dan muslimah/wanita yang nantinya akan membina kehidupan rumah tangga hendaknya mencari pendamping yang tidak hanya baik agamannya tapi juga memiliki kecerdasan dunia karena dengan bekal itu ia mampu memberikan kebaikan dunia-akhirat pada istrinya sehingga sang istri akan senantiasa taat pada Allah juga pada suaminya “Arrijalu kawwamuna alannisa” laki-laki merupakan pemimpin bagi perempuan. “ingat, wanita yang telah bersuami surganya berada di bawah telapak kaki suaminya,” kata OSD sembari tersenyum manis.




Sampai disini dulu catatan jendela rumahku untuk sesi ini. Catatan dari Seminar Muslimah Makassar (1) akan bersambung di sesi (2), yang akan melanjutkan materi ukhti OSD dan materi ukhti Nafisah M.Ikhwan. Semoga diberi kelapangan untuk melanjutkannya, amin.

 “berTEMANlah dengan semua lapisan dan tipe manusia agar kita dapat belajar bermacam-macam karakter, tapi berSAHABAT hanya untuk orang-orang yang terBAIK”
“sesungguhnya sahabat yang terbaik adalah yang selalu mengajakmu kepada kebaikan dan mengingatkanmu mana kala kau tersesat.”

Syukran untuk ukhti Andi Susilawati atas informasinya, jazakumullah khairan...

 Ukhti OSD bersama Ukhti Andi Susilawati


Tidak ada komentar:

Posting Komentar