Catatan
jendela rumahku kali ini berawal dari sebuah
Seminar Muslimah yang diselenggarakan oleh Al-Qur’an Lover’s Community (QLC).
Aula
Hasanuddin , LAN Antang-Makassar pada Ahad,
14 Oktober 2012
Pagi
ini tidak seperti weekend lainnya,
kalau kemarin weekend berlalu dengan
acara bersih-bersih rumah, mencuci dan juga berkeliling kota ataupun berkumpul
bersama keluarga tapi Ahad ini ada sesuatu yang istimewa. Setalah bergelut
dengan seluruh aktivitas yang didominasi ke-duniawian maka keputusan untuk
memilih melajukan kendaraan ke arah Antang bukanlah keputusan yang salah, jika
tidak berlebihan boleh saya berkata Luar Biasa, Masya Allah.
Berawal dari sebuah undangan
yang diposting salah satu sahabat (Ukhti
fillah) di Facebook, lalu dengan berbagai toleransi akan waktu yang selalu
saja bergelut dengan kesibukan-kesibukan yang seakan membuat larut sehingga
tidak ada lagi waktu untuk memberi makanan jiwa ini. Saya mulai merencanakan
utnuk memenuhi undangannya tersebut, membereskan beberapa pekerjaan sebelumnya,
memenuhi beberapa panggilan lainnya lebih awal agar semuanya tidak terabaikan,
bukankah memenuhi undangan jika kita memang tidak ada halangan berarti adalah
sebuah ibadah. Satu masalah lagi, mau naik kendaraan apa ke sana? Tempat saya
tinggal berada di Sungguminasa kab.Gowa sementara undangan bertempat di
Antang-Makassar, tapi satu yang selalu mengusik nurani saya adalah ketika itu
sebuah kebaikan maka Insya Allah ada jalan yang terbaik dan memang semua butuh
kesabaran serta pengorbanan. Alhamdulillah adik saya akhirnya berkenan untuk
mengantarkan ke sana karena dia pun antusias untuk menghadiri undangan seminar
tersebut, terlebih lagi dia hanya perlu mengantar tidak usah memikirkan
tiketnya.
foto 1. Nur Husnaeni Thamrin, adik manis yang menemani seminar hari ini
Maka di hari Ahad yang ceria
ini kami bersiap-siap sejak azan subuh berkumandang, menyeterika pakaian,
menyiapkan catatan dan jangan lupa perlengkapan sholat juga kamera serta
buku-buku hasil karya sang Pemateri nanti. Semoga semua yang kami lakukan hari
ini memberikan manfaat yang banyak dan di berkahi Allah swt, bismillah motor
pun melaju membelah jalan kota sungguminasa menuju Makassar. Pagi yang sejuk
dan semua begitu damai tanpa kemacetan seperti hari-hari kemarin.
Untuk saat ini saya baru
memiliki dan menamatkan 2 buku karya beliau (OSD) dan hari ini saya membawanya
untuk meminta tanda tangan beliau, semoga dapat sebagai kenang-kenangan, juga
motivasi untuk selalu memicu diri semoga bisa membuat karya seperti beliau. (foto 2. sebelah kanan, koleksi buku OSD ku).
Akhirnya tiba juga di LAN
Antang, bergegas registrasi karena kami belum booking tiket takut tidak sempat
datang. Jeng....jreng...inilah tiket itu, see...
Foto 3. tiket seminar
yah kami akan menghadiri sebuah Undangan
Seminar Muslimah dengan Pemateri Oki Setiana Dewi (OSD) pemain film Ketika
Cinta Bertasbih dan penulis buku best
seller serta Nafisah M. Ikhwan seorang ukhti
yang masih remaja namun memiliki prestasi yang Masya Allah luar biasa, jika remaja seusianya masih sibuk
hura-hura, beliau sudah melarutkan dirinya dalam kegiatan dakwah dan mengisi
hari-harinya dengan meghafal al-qur’an, Subhanallah.
Awal acara dimulai dengan
nasyid oleh adik-adik cilik (eh rupanya ada ponakanku di situ, anaknya Udztad
Usman Laba, Masya Allah kecil-kecil
cabe rawit), acara opening dengan MC
yang interaktif, pembacaan ayat suci al-qur’an dan tarjim (terjemahannya), sambutan ketua panitia Sobat saya Ukhti Andi
Susilawati (Uchi) yang baru saja menyelesaikan Magisternya (Congrat yah ukhti,
saya akan menyusulmu) serta sambutan dari bidang Kewanitaan SUL-SEL (Ibu Titin,
MM) dan yang paling amazing puisi yang dibacakan bergantian oleh panitian yang
pada bait terakhirnya di tutup oleh penampilan Oki Setiana Dewi, maka seluruh
ruangpun riuh ramai dengan decak kagum para peserta. Masya Allah OSD yang
anggun dan terpancar aura kebersahajaannya.
OSD memulai materi “Be The Smart and Inspiring Women With Qur’an”.
Ada beberapa hal yang menjadi catatan saya. Mulai dari pribadi OSD sendiri
(saya memang senang memperhatikan segala hal tentang pembicara, siapa pun
karena belajar bukan cuma dari perkataannya tetapi tampilan dan body language-nya).
Catatan pertama saya tentang
OSD : orangnya luwes, anggun, tutur katanya seakan berirama seakan pendengar
selalu ingin mendengar kalimat selanjutnya (ini yang disebut kemampuan
berbicara di depan banyak orang), interaktif, selalu melibatkan peserta dalam
sesi pembicaraannya sehingga tidak terkesan menggurui, tidak selalu terpaku pada
slide (kata seorang profesorku, tidak
seperti orang baca koran datar dan selalu tertuju pada konsep) dan yang
terakhir keistiqomahannya dalam
berlibab selalu saja mengagumkan. Fisikly, saya tidak berani komentar jauh karena
semua ciptaan Allah telah diciptakan dalam bentuk yang sesempurna mungkin, tapi
jika saya boleh bilang beliau manis dan yang utama auranya begitu positif,
dugaan saya itulah wujud dari kebaikan dan keinginan yang tidak hentinya untuk
berbuat baik pada diri sendiri, sesama serta ketaatan pada Allah swt. Semoga kebaikan
selalu menyertainya, ingin sekali rasanya bersahabat dengan beliau. Silahkan pembaca
menilai sendiri orangnya.
foto 4. Oki Setiana Dewi interaktif berasama peserta seminar, sedikit lebih dekat dengan posisi kami duduk (14/10/2012)
Sebuah doa terucap dari
bibir Ukhti Oki Setiana Dewi, doa yang juga diajarkan oleh para udztad saya sewaktu
dipondok dulu, bunyinya seperti ini:
“Bismillahirrahmanirrahim.
Rabbi srahlii wayasirlii amri, wahlul ukhdatan millisani yafkahu kauuli” (sekiranya
saya keliru tolong dibenarkan penulisannya).
Doa yang diucapkan nabi Musa AS., saat
mengahadapi raja Firaun, agar dipermudah urusannya. Doa ini diajarkan oleh
udztad saya dengan pesan setiap akan memulai sebuah pembicaraan utamanya
menhadapi orang-orang besar/petinggi, membawakan materi didepan banyak orang
dan menginginkan setiap maksudnya tersampaikan dan diterima dengan baik oleh
pendengarnya maka bacalah doa ini.
Memasuki materi sebagai
catatan kedua saya tentang OSD, juga ada beberapa pembahasan yang saya garis
bawahi serta coba paparkan dengan proses menganalisis sesuai apa yang saya
pernah pelajari. OSD berkata “ bertemanlah dengan siapapun (napi, waria, gay,
lesbi dll) agar kita mampu mengenal mereka lebih jauh sehingga tidak mudah bagi
kita menjudge mereka dengan kata buruk,” dari perkataan itu saya
jadi teringan pada pelajaran saya yang lampau bahwa manusia dilahirkan pada
fitrahnya yaitu suci dan telah dititipkan pada nuraninya setetes sifat-sifat
yang baik hanya saja beberapa dinamika kehidupan membuatnya berubah haluan. “kita
tidak akan pernah tau bagaimana mereka bisa memilih untuk hidup seperti itu
jika kita tidak pernah tau dan tidak mau tau akan latar belakang mereka,”
sambung beliau, saya mangguk-mangguk membenarkan dalam hati kemudian teringat
lagi pada sebuah diskusi dengan seorang akhi saya yang sekarang berada di kota Bogor.
Akhi itu bercerita bagaimana kerasanya kehidupan ibu kota Jakarta, karena
beliau sebelum mendapat pekerjaan di Bogor mendatangi Jakarta untuk merantau. Bagaimana
para orang-orang jalanan melewati harinya, para pendatang dan penduduk asli
yang tidak terarahkan dengan baik serta tidak mumpuni dari segi skill semua mencoba mengais rejeki
dengan berbagai cara baik halal maupun haram di jalanan.
Akhi itu kemudian bercerita
lagi bagaimana kehidupan waria dan para PSK (pekerja seks komersial) atau yang
disebut wanita malam/kupu-kupu malam bertahan hidup ditengah desakan kebutuhan
ekonomi, “mereka punya tanggungan di rumahnya, mereka harus berusaha untuk
tetap bertahan hidup, sementara pendidikan mereka tidak lagi sesuai dengan
tututan lowongan kerja saat ini, skill tidak
ada, beberapa masalah dalam keluarga (broken
home, orang tua yang kasar (KDRT), ataupun pelecehan), sementara kamu,kita
dan orang-orang hebat di luar sana tidak mau tau masalah seperti itu dan hanya
bisa menyalahkan mengapa mereka bekerja seperti itu, apalagi orang-orang yang
masih beruntung seperti kamu yang masih punya orang tua yang masih sanggup
membiayai pendidikan dan kehidupanmu,” kata akhi itu dengan lantang membuat
saya sedikit tersinggung. “lantas bagaimana dengan sisi kehidupan spiritualnya,
di mana keimanan dan ketaatan pada Tuhan mereka letakkan? Bukankah agama mampu
membentengi tindakan seperti itu?,”tanyaku padanya dengan nada sedikit ketus. “kehidupan
tidak segampang itu, kata-kata seperti itu hanya dengan mudah dikatakan oleh
orang-orang yang memiliki kehidupan yang beruntung dan tidak mengenal kata tidak
bisa makan untuk beberapa hari. Bagi mereka yang selalu saja terhimpin oleh
beban ekonomi itu bukan hal terpenting, mencari uang untuk sesuap nasi hari ini
sudah lebih dari cukup, sistem pendidikan kita yang selalu saja berorientasi
pada uang, semua hanya berbicara masalah uang dan pemerintahan yang acuh akan
kehidupan rakyat pinggiran membuat semuanya jadi semakin sulit. Pertama kali
saya merantau ke Jakarta saya sampai tidur di jalanan 1 minggu dan tidak bisa
makan 3 hari, tidak ada lowongan kerja yang sesuai dengan ijazah saya, semua
mata memandang curiga sementara lambung semakin hari semakin perih karena harus
terisi, begitu hujan kebasahan, panas seperti menembus kulit jadi bagaimana
harus berpikir jernih? Dikepala yang ada Cuma bagaimana bertahan hidup, maka
jangan salahkan mereka yang mengambil jalan pintas untuk memenuhi kebutuhannya.
Sekali lagi kelaparan dan kemiskinan dekat pada ke kufuran, jangan lupa hidup
itu keras dan tidak mudah sister,” terangnya panjang lebar, saya hanya diam dan
mulai membenarkan yah kehidupan yang terpuruk ditambah ketiadaannya orang-orang
yang mampu mengingatkan akan berujung pada “jalan yang salah” bahkan anarkis.
“jangan terlalu mudah
menuduh orang lain karena tidak semua yang mereka alami kamu ketahui latar
belakangnya, terlalu banyak orang pintar hanya bisanya menyalahkan, mencurigai
dan merendahkan tapi tidak banyak yang mau memahami dan peduli mengapa mereka
begitu dan berusaha membantunya untuk bangkit dari keterpurukan, anda orang
cerdas yang tidak sepatutnya memiliki pandangan yang sempit untuk hal-hal yang
demikian dan jangan mudah dzuudson sister,” nasehatnya kemudian menutup
pembicaraannya. Astagfirullah wa
Subhanallah, sekali lagi saya merasakan sesak seakan dada ini dipenuhi beban,
lagi-lagi saya tersinggung tapi kali ini bukan dalam artian negatif sisi egois
dan sosialis saya terusik, saya malu dengan perkataan sobat saya tadi.
Kembali pada materi OSD,
beliau memperlihatkan beberapa foto-fotonya dengan beberapa Napi di sebuah
Lapas terlihat beliau mengajar para napi dan beberapa ada yang terlihat sedang
mencurahkan isi hatinya, menurut beliau para napi itu merasa seperti orang yang
tidak berguna karena pandangan masyarakat yang tidak mau memberikan mereka
ruang untuk memperbaiki diri. Bahkan beliau memperlihatkan 2 buah fotonya
bersama para waria (banci) yang akhirnya ingin memperbaiki diri setelah dengan
kesabaran dan ketekunan OSD mengajaknya untuk berbicara dan berbagi tentang kehidupan.
OSD berkata “ jadilah orang yang menyenangkan bagi mereka dan orang yang
membuat mereka nyaman sehingga mereka menyambut kita dengan baik dan berkenan
untuk berbagi kisah hidupnya. Mulai dengan mendengarkan apa yang mereka telah
alami, apa yang menjadi background mereka memilih kehidupan seperti ini tanpa
berusaha memaksa dan menggurui dan tetap tunjukkan pada mereka bahwa kita tetap
teguh dalam kebaikan melaksananakan ibadah,” yang saya tangkap disini adalah
ketika kita mendekati mereka kita harus tetap teguh memperlihatkan bahwa apa
yang saya jalani, apa yang saya laksanakan adalah sebuah kebaikan yang membuat
saya tentram dan bahagia tanpa memaksa mereka untuk berbuat hal yang sama
dengan apa yang kita lakukan. Semua butuh proses, tapi tetaplah berusaha dala
keteguhan keimanan. “satunya kata dengan perbuatan” bukankah Allah swt membenci
orang-orang yang hanya mampu menggurui dalam katanya namun tidak menjadi
tauladan pada perilakunya? (proses ini yang coba kita jalani semoga tidak ada “ketersesatan”
bagi saya dan pandangan yang “miring” tentang apa yang saya usahakan pada
tulisan ini).
Lebih lanjut OSD berkata “
pada suatu titik mereka (para waria) akhirnya mulai menemui celah untuk titik
balik kefitrahanya pada saat saya bertanya: sampai kapan mau seperti ini?,saat itupun
mereka menjawab: sebenarnya kami juga lelah dengan kehidupan seperti ini kami
ingin memperbaiki diri mbak, terima kasih mau berteman dengan kami dan mau
mendengarkan cerita kami.” Singkat cerita akhirnya para waria pun mengucap dua
kalimat syahadat dan bersedia melaksanakan ibadah sholat dengan meminta bantuan
ukhti Oki Setiana Dewi. Namun perjuangan untuk menegakkan agama Allah swt tidak
langsung berakhir karena ada kemungkinan mereka untuk kembali, maka ukhti OSD
mengharapkan agar kita sekalian ummat muslim khususnya para muslimah berkenan
untuk saling membantu dan mengingatkan, jangan hanya orang-orang diluar agama
kita yang mampu memberikan sumbangan yang selalu terorganisir dengan baik,
mereka saling menyejahterkan bahkan akhirnya membuat beberapa muslim berpindah “haluan”
keyakinan, Astagfirullah haladzim.
Luar biasa tak ada hati yang akan mengeras seperti batu jika kita selalu
berusaha mendekatinya dengan keramahan, kelembutan dan keteguhan iman. Senantiasa
meminta bantuan pada Allah dan berlindung dari segala kejahatan hanya padaNya.
Ingat kata pepatah batu yang keras pun akan berlubang bahkan hancur jika setiap
hari ditetesi oleh air, ini memberikan akan hati yang akan menjadi lunak bila
selalu ditetesi dengan kebaikan yang bukan hanya berakhir pada kata tapi juga
perbuatan. “Segala sesuatu berproses, tidak ada yang instan,” pesan ukhti OSD.
Hal lain yang saya garis
bawahi adalah perkataan ukhti OSD saat
berbicara tentang bagaimana muslimah dengan pasangannya, beliau berkata “carilah
laik-laki yang pandai/cerdas. Mengapa? Karena laki-laki yang pandai/cerdas bersifat
baik dan akan selalu menyadari kewajibannya yaitu kewajiban untuk menarik/menuntun
wanita/pasanganya (istrinya) menuju ridha Allah swt.” Saya mencoba memahami
bahwa kehidupan senantiasa ditujukan untuk mencari Ridho Allah dan
muslimah/wanita yang nantinya akan membina kehidupan rumah tangga hendaknya
mencari pendamping yang tidak hanya baik agamannya tapi juga memiliki
kecerdasan dunia karena dengan bekal itu ia mampu memberikan kebaikan
dunia-akhirat pada istrinya sehingga sang istri akan senantiasa taat pada Allah
juga pada suaminya “Arrijalu kawwamuna
alannisa” laki-laki merupakan pemimpin bagi perempuan. “ingat, wanita yang
telah bersuami surganya berada di bawah telapak kaki suaminya,” kata OSD
sembari tersenyum manis.
Sampai disini dulu catatan
jendela rumahku untuk sesi ini. Catatan dari Seminar Muslimah Makassar (1) akan
bersambung di sesi (2), yang akan melanjutkan materi ukhti OSD dan materi ukhti
Nafisah M.Ikhwan. Semoga diberi kelapangan untuk melanjutkannya, amin.
“berTEMANlah dengan semua lapisan dan tipe
manusia agar kita dapat belajar bermacam-macam karakter, tapi berSAHABAT hanya
untuk orang-orang yang terBAIK”
“sesungguhnya
sahabat yang terbaik adalah yang selalu mengajakmu kepada kebaikan dan
mengingatkanmu mana kala kau tersesat.”
Ukhti OSD bersama Ukhti Andi Susilawati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar